Profil Marc Márquez kembali menjadi sorotan hangat musim 2025. Setelah
bertahun-tahun berjuang dengan cedera dan performa menurun di Honda, kini ia
tampil memukau di atas motor Ducati, membuktikan bahwa semangat juara tidak
pernah padam. Perjalanan comeback ini bukan hanya soal kecepatan, tapi juga
soal tekad, strategi, dan keberanian mengambil risiko besar dalam kariernya.
![]() |
Marc Márquez |
Transisi Berani dari Honda ke Ducati
Lebih dari satu dekade, nama Marc Márquez lekat dengan
Repsol Honda. Enam gelar juara dunia MotoGP ia raih bersama tim ini. Namun,
cedera lengan serius pada 2020 menjadi titik balik yang menyakitkan. Dalam
beberapa musim selanjutnya, motor Honda tak lagi kompetitif, dan Márquez
kesulitan menampilkan performa terbaiknya.
Keputusan besar pun diambil. Pada akhir 2023, Marc resmi
meninggalkan Honda dan bergabung dengan tim satelit Gresini Racing yang
menggunakan mesin Ducati. Meski bukan tim utama, penampilannya tetap
menjanjikan—ia naik podium beberapa kali dan berhasil beradaptasi dengan gaya
motor yang berbeda.
Bergabung dengan Ducati Pabrikan di 2025
Penampilan solid bersama Gresini membuat Ducati tertarik
merekrutnya ke tim pabrikan pada musim 2025. Di sinilah cerita baru dimulai.
Dengan motor Ducati Desmosedici GP25, yang dikenal buas dan cepat di lintasan
lurus, Márquez menemukan kembali potensi maksimalnya.
Adaptasinya berlangsung cepat. Gaya balap agresif khas
Márquez berpadu sempurna dengan karakter Ducati. Hasilnya? Ia merebut pole
position, memenangkan sprint race, bahkan mendominasi beberapa race utama
seperti di Qatar dan Argentina.
Konsistensi Jadi Kunci Kepemimpinan
Kini di usia 32 tahun, Márquez tampil lebih bijak. Ia tahu
kapan harus menyerang dan kapan harus menunggu. Konsistensi ini membawanya
memimpin klasemen sementara MotoGP 2025. Rival-rival seperti Francesco Bagnaia,
Álex Márquez, dan pendatang baru seperti Pedro Acosta harus mengakui
ketangguhan Marc sejauh ini.
Penguasaan ritme balap dan kemampuannya beradaptasi dengan
segala kondisi—baik lintasan kering maupun hujan—membuatnya nyaris tak
tergoyahkan di papan atas.
Pertarungan Seru dan Rivalitas Baru
Musim ini juga dipenuhi bumbu persaingan. Francesco Bagnaia,
mantan rekan satu pabrikan, masih menjadi lawan tangguh. Sementara adiknya
sendiri, Álex Márquez, justru menjadi kejutan dengan performa stabil di
Gresini.
Tak kalah menarik, para pembalap muda seperti Fermin
Aldeguer mulai memberi ancaman nyata. Namun, pengalaman dan mental baja membuat
Profil Marc Márquez tetap unggul dalam duel ketat sekalipun.
Misi Gelar Dunia ke-9
Dengan 8 gelar dunia yang sudah dikoleksi, Marc Márquez
hanya tinggal selangkah menuju sejarah baru. Jika tren positif ini bertahan
hingga akhir musim, ia bisa meraih gelar ke-9—sebuah pencapaian yang akan
memperkuat statusnya sebagai legenda sejati MotoGP, sejajar dengan Valentino
Rossi dan Giacomo Agostini.
Mental Baja Sang Juara
Lebih dari sekadar kecepatan, kekuatan terbesar Marc adalah
mentalitasnya. Melewati cedera, keterpurukan, dan tekanan publik, ia tidak
pernah menyerah. Ia belajar untuk sabar, lebih cerdas dalam balapan, dan terus
mempertahankan semangat kompetitif.
Di tengah era pembalap muda yang lapar akan kemenangan, Marc
tetap berdiri tegak—menginspirasi banyak orang bahwa kegagalan bukan akhir,
tapi awal dari cerita yang lebih hebat.